TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menyatakan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo tidak sesuai dengan semangat moratorium terhadap eksekusi mati sejak 2016.
"Pemberlakuan vonis mati tidak sejalan dengan semangat moratorium terhadap eksekusi mati,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, seperti dikutip Tempo, Senin, 13 Februari 2023.
Menurut Fatia, moratorium hukuman mati itu memang belum secara tertulis diteken oleh pemerintah. Namun, secara fakta sejak 2017 hukuman mati belum pernah lagi diterapkan di Indonesia. Fatia mengatakan kritik KontraS ini tidak hanya berlaku untuk kasus Ferdy Sambo.
Menyitir laman KontraS, disebutkan terdapat 31 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia. Angka itu berdasarkan pemantauan KontraS yang dihimpun dalam kurun waktu Oktober 2021 - September 2022.
Persebaran daerah atau provinsi dengan penjatuhan vonis mati terbanyak ialah Aceh dengan total 7 vonis dengan 27 terdakwa. Adapun vonis tersebut dijatuhkan mayoritas karena tindak pidana narkotika. Angka tersebut diikuti oleh Provinsi Sumatera Utara dengan 6 vonis mati dengan 13 orang terdakwa.
Selain itu, persebaran vonis mati lainnya secara berturut-turut dijatuhkan di: Jawa Barat, Jawa Timur Lampung, dan Riau dengan 3 vonis; Kalimantan Utara dengan 2 vonis; dan DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan dengan masing-masing 1 vonis.
Selanjutnya, dalam laporan KontraS itu membahas pula komitmen negara dalam moratorium vonis hukuman mati.
“Dalam hal ini, kami melihat bahwa belum ada komitmen secara penuh Indonesia dalam moratorium vonis hukuman mati. Tidak hanya berhenti pada minimnya komitmen, dalam catatan ini kami juga mencoba untuk membahas terkait dengan nihilnya prinsip fair trial dalam penjatuhan hukuman mati di Indonesia,” sebut laporan KontraS yang dikutip Tempo pada 13 Februari 2023.
Berdasarkan beberapa catatan serta temuan serta banyaknya desakan baik dari nasional maupun internasional, KontraS menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang penerapan praktik hukuman mati di Indonesia.
Atas dasar pertimbangan tersebut, KontraS dalam laporan tertanggal 10 Oktober 2022 itu memberikan sejumlah rekomendasi, antara lain:
Pertama, pemerintah Indonesia harus memiliki komitmen untuk menetapkan moratorium penjatuhan hukuman mati atau eksekusi hukuman mati secara formal;
Kedua, pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk menghapus segala bentuk penyiksaan yang terjadi serta menjamin hak-hak dasar terpidana hukuman mati dapat dipenuhi baik meliputi akses terkait kesehatan, dan beberapa hal terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia;
Ketiga, Pemerintah Indonesia harus mengakhiri penggunaan sel isolasi dan isolasi untuk terpidana mati Narapidana harus memiliki akses informasi dan komunikasi
Keempat, Memastikan kondisi terhadap terpidana mati sesuai dengan aturan internasional.
Kelima, meninjau ulang semua pasal yang mengatur hukuman mati dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).